TROTOAR JALAN UTAMA GROGOT “KEJAR TAYANG” DAN ANCAM KORBAN.

By adm1 on 23 Dec 2025, 06:49 AM

Report Tim Kandilocom/editor: IrmaJaya

Slordig bahasa Belanda : pekerjaan Sembrono ancam jeblok nya pengguna

Tanah Grogot ; Dengan dalih “kejar tayang”, proyek upgrade konstruksi parit biasa menjadi parit multifungsi—yang menggabungkan fungsi drainase dan trotoar khusus pejalan kaki—di ruas utama Jalan Jenderal Sudirman nyaris rampung.

Namun, alih-alih menghadirkan kenyamanan dan keamanan, proyek ini justru memunculkan alarm bahaya serius bagi publik.

Problem mulai tampak pasca-pekerjaan. Sistem manajemen air yang seharusnya menjadi ruh dari konstruksi drainase, justru gagal total. Air tidak mengalir sebagaimana mestinya, menyebabkan genangan di ruas jalan protokol, tepat di depan Taman Kota Tanah Grogot—titik vital yang setiap pagi dan petang menjadi destinasi warga untuk berolahraga dan bersantai.

Lebih mengkhawatirkan, di sepanjang trotoar tersebut terdapat lubang-lubang menganga yang siap memangsa siapa pun. Pejalan kaki, anak-anak, lansia—semuanya berada dalam ancaman nyata.

Ini bukan lagi persoalan estetika atau ketidakrapian pekerjaan, melainkan kelalaian fatal yang menyentuh langsung aspek keselamatan publik.

Situasi kian genting karena trotoar berbahaya itu segaris dengan SDN yang berdampingan langsung dengan Taman Kota. Setiap pagi hingga siang hari, ratusan siswa dari kelas I hingga kelas VI hilir mudik keluar-masuk gerbang sekolah.

Sebuah pertanyaan keras patut diajukan: siapa yang akan bertanggung jawab bila korban pertama jatuh? Kondisi serupa juga ditemukan di trotoar sepanjang SMPN 1 menuju persimpangan Jalan Bhayangkara. Lubang-lubang terbuka di atas konstruksi trotoar mengancam setiap detik—bukan hanya pejalan kaki, tetapi juga pengguna kendaraan yang parkir di sisi jalan. Posisi trotoar yang sejajar dengan tepi aspal secara alamiah memancing kendaraan berhenti, dan satu detik lengah cukup untuk menyeret kendaraan atau orang ke lubang maut tersebut.

Ironisnya, jika masih ada sisa rasa tanggung jawab, langkah paling minimal pun tak terlihat. Padahal, sekadar menancapkan sebatang bambu dengan ikatan plastik kresek berwarna mencolok sudah cukup sebagai tanda bahaya darurat. Namun itu pun nihil—seolah keselamatan warga bukan prioritas.

Kelalaian pekerjaan yang secara sadar mengabaikan standar keselamatan bukan sekadar kesalahan teknis. Dalam perspektif hukum, kondisi ini berpotensi masuk ranah pidana, terutama bila unsur pembiaran dan kesengajaan dapat dibuktikan.

Melalui media online Kandilocom, Pemerintah Kabupaten Paser dan seluruh stakeholder terkait didesak segera bertindak, memfasilitasi dan memperbaiki “kecerobohan” proyek ini sebelum korban jiwa benar-benar jatuh. Penegak hukum pun patut membuka mata: ini bukan isu sepele, ini ancaman nyata di ruang publik.

Waspada. Kota ini tidak sedang kekurangan proyek, tetapi kekurangan tanggung jawab.

Leave a comment