RESISTENSI PEMILIK LAHAN BERUJUNG PEMBONGKARAN FISIK JEMBATAN
Tim Kandilocom : editor : IrmaJaya


gambar ; tampilan lahan pemicu kemelut
Pembangunan fisik pada.konteks mengisi kemerdekaan memang sebuah keniscayaan; namun baris sakral lagu Indonesia Raya :
Bangunlah Jiwanya
Bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya.
Bermakna ; maksud mengisi ruang Kemerdekaan baris yang didahulukan untuk dibangun adalah Jiwa.
Itu adalah Instrumen yang dianugrahkan Pencipta agar mendahulukan sensitivitas psikologis ; menjaga perasaan: menyuburkan hati melalui silaturahmi dan komunikasi intens yang beradab.
Ingat sila kedua Pancasila ;
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sangat jelas rasa keadilan di sanding dengan mendudukan adab berkiblat tidak saja pada hukum formal namun dimaksudkan pada budaya kultur bangsa ketimuran.Nah pasca bab tersebut barulah melangkah kepada pembangunan fisik.
Begitulah tuntutan laku tindak kita dalam menghadirkan maksud pembangunan fisik apapun namanya ; membangun fasilitas sekolah kah , ruas jalan kah demikian pula Jembatan yang kita hantar kan pada goresan ini.
Namun akibat kelalaian tadi jadilah : “Colong Melayu” ; datang tanpa mengucapkan salam lalu balik kanan tanpa wassalam tentu praktek yang terjadi bertentangan dengan maksud pembangunan dan budaya bangsa kita.
Begitulah peristiwa mengecewakan sekaligus memalukan yang terjadi pada proyek jembatan sungai senyiur; desa Lolo Kecamatan Kuaro Kabupaten Paser Kalimantan Timur.
Bangunan yang diperkirakan telah meraih progres fisik ± 50 % namun pada kenyataan nya “mengabaikan due diligence”.
Pekerjaan yang menggunakan “cangkul mekanis” alias excavator ternyata adalah aksi “penyerobotan” pada lokasi tanah warga bersertifikat resmi dipayungi UU pokok agraria dan sah karena telah pun diverifikasi Kantor Agraria dan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Paser.
Komunikasi yang di bangun guna me klarifikasi “penyerobotan” tadi tidak berhasil.
Hanya satu butir “pengganjal” pemilik resmi mengizinkan proyek Jembatan tersebut dilanjutkan; dengan syarat adanya dokument tertulis yang menyatakan kesediaan untuk membayar ganti untung tertulis dan terukur waktu nya.
Mediasi tidak membuahkan hasil dan berujung dibatalkannya kelanjutan kegiatan pada fisik jembatan tadi.
Sumber media online Kandilocom memastikan keputusan pembatalan tadi langsung dari Kepala Dinas PUPR.Menirukan “kecaman” Kadis tadi. “tidak masalah batal saja sisa dana akan kita kembalikan ke kas daerah”, begitu ditirukan sumber kandilo.com seraya meminta identitas nya ridak di vulgarkan.
Sejati bila dibangun komunikasi sebaik mungkin konklusinya tidak se “romantis” itu. Mengapa? Karena pemilik lokasi Srikandi yang berprofesi sebagai Kepala unit pra sekolah tersebut selalu lembut dalam komunikasinya ; lalu apa yang terjadi ? tentu belum bisa disimpulkan ; pastinya : mengutip bahasa seberang : *Emotional clash ends in destruction*
Bila benar batal siapakah yang dirugikan ;Pertama dan utama tentu pemilik lahan karena bila ditinggalkan makin pasti kejadian tersebut adalah kelalaian pengelola proyek ; bahkan mengerucut pelanggaran pidana juga karena kejadian tadi akan mengukuhkan dengan judul “penyerobotan” di latari penggusuran penggalian , pengupasan lahan tanpa sepengetahuan pemilik sah izin dan belum pernah mendapatkan persetujuan.
Selanjutnya material yang sudah tertanam bahkan permanen ( fondasi kepala Jembatan) pada ujungnya menjadi “kerugian negara” dapat ber implikasi dengan sengaja sehingga kemungkinan masuk ranah tindak pidana korupsi.
Sebab itu kehati hatian sangat diperlukan dan penting dilintas kontemplasi hingga terselamatkan keuangan Negara.
Beralasan bahkan sangat beralasan karena pemilik lahan telah memformat solusi sepanjang pihak nya tidak dirugikan lewat keputusan akomodatif berlandas pada kehendak pemilik.
Semestinya argumentasi bahwa; “no way compensation ” mesti dipinggirkan terlebih dahulu karena bila kita kaitkan dengan pesan sakral Presiden Prabowo Subianto bahwa setiap rupiah uang negara harus dirasakan manfaatnya bagi rakyat.
Pasti kehendak itu terkait dengan maksud hak hak rakyat wajib terjaga; apalagi semisal pemilik lokasi tadi taat dalam membayar kewajiban pajaknya.
Bila telah demikian maka tidak ada alasan untuk menghindar; terkhusus dalam hal memenuhi hak pemilik lahan pada proyek tersebut. Ingat bahwa pembangunan dimaksudkan menuju perubahan dari keadaan semula menjadi lebih baik selain pada segi fisiknya ; termasuk harus tegaknya hak hak rakyat apalagi tersurat legal dan sah kepemilikan tersebut.
