GUBERNUR KALTIM RUDY TERIMBAS SENGATAN RESISTENSI 25 ORMAS.
Tinjauan Pragmatis; IrmaJaya


Gambar;: 25 pimpinan ormas saat sampaikan tolak intimidasi melalui Juru Bicara Mugni batik coklat muda ( photo ekslusif tim ormas)
Intimidasi vs klarifikasi ;
Pernah terdengar kabar “burung enggang” yang keabsahannya masih harus dikonfirmasi ; disebabkan rasionalisasi Transfer Keuangan Daerah oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa; maka rencana alokasi pada APBD Provinsi Kalimantan Timur dengan nomenklatur buzzer dan Influencer canceled ; karena nomenklatur akan di khususkan hanya pada hal urgent dan prioritas dengan jarum kompas ke infrastruktur dan sarana air bersih – begitu terdengar program prioritas yang di rilis Ketua Bappeda Kalimantan Timur.
Keprihatinan reduced transfer ke APBD sontak menguji kejujuran alias transparansi Gubernur Rudy ihwal rilis Menkeu dan Mendagri Tito Karnavian, bahwa Kaltim memiliki 4,7 trilyun ‘pitis’ yang didepositokan di Bank Komersil; begitu ringkas rilis temuan itu dikuatkan oleh Pemerintah Kaltimtara yang semula dikira sebagai pemiliknya.
Media online Kandilo.com telah memberi saran konstruktif agar deposito tadi untuk segera di cairkan dan di distribusikan kepada Pemerintah Kabupaten Kota yang dipayungi Pemerintah Provinsi agar ‘jeritan’ pemerintah daerah yang pada struktur nya ada dibawah payung Provinsi.
Namun hingga rilis Kandilocom ini di publish belum ada perkembangan signifikan meski Kandilocom telah menggali sumber sumber berita pada otoritas finansial Kabupaten Kota: hampir seirama mereka memformat jawaban : “belum ada” ; terkhusus dalam bentuk Bantuan Keuangan Provinsi; termasuk bantuan keuangan Provinsi yang diarahkan”.
Nah ; Resistensi 25 ormas dengan titel : stop intimidasi kepada media dan wartawan ; apakah terkait dengan hal deposito tersebut? bisa dijawab iya bisa tidak. Why ? Karena pandangan media online Kandilo.com telahpun di rilis dan tentu menjadi ranah Gubernur Rudy menempatkan ‘opini’ tersebut masuk dalam bingkai kritik atau ada pada bingkai saran alias ‘suntikan vitamin’ agar jalannya Pemerintahan di Kalimantan Timur khususnya lebih transparan dan berhasil guna.
Lanjut : mengapa pada sub judul tampil ‘banner’ ; intimidasi vs klarifikasi ?Paham aja kalo Ikam ; populer saat debat kandidat Gubernur dan wakil Gubernur.
Intimidasi : kata itulah yang menjadi fokus 25 ormas dengan beragam latar eksistensinya menguak; karena panggilan tanggung jawab alias kelompok tokoh yang masih kental “sense of criticism” agar Kalimantan Timur periode ke periode makin patuh aturan; saling menghormati dan menghargai terlebih pada profesi yang menjalankan tugas Jurnalistik; tugas mulia yang sejak masa pra kemerdekaan hingga era reformasi kini yang selalu membantu kebersamaan fungsi kontroling demi tercapainya target cita pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
Patut pula menjadi referensi utama pejabat yang di beri amanah untuk menyadari melalui contoh konkrit dimana Negara Indonesia baru disebut sebuah Negara; bila ada wilayahnya : ada Pemerintahannya dan ada Rakyatnya. Dengan satu unsur saja absen dari ketiga itu maka sebutan Negara belum komprehensif bahkan demikian pula tuangan untuk Provinsi Kalimantan Timur.
Dari persyaratan itu maka eksistensi Ormas tempat komunitas berkiprah tentu suatu yang absolut ; ditempat kan sebagai pemberi mandat bukan “dicuek in” -ujar bahasa prokem gaya gaul gen z ; terkhusus bila melahirkan kritik konstruktif ke arah moncer nya Pembangunan Kalimantan Timur.
Klarifikasi: why ?Hingga ‘tersulut’ nya 25 ormas yang menegaskan statementnya ; belum ada klarifikasi dari Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas’ud walau “locus atau pun tempus delicti” mencuatnya keprihatinan 25 ormas – dari rilis pemberitaan media selaras.com bermuatan ‘intimidasi’ muncul serta di kaitkan dengan sosok Rudy Mas’ud.
Muncul nya rekomendasi berbentuk saran; agar Gubernur Rudy Mas’ud ‘bergegas’ menjalin komunikasi dan klarifikasi di tengah ke 25 ormas adalah satu rekomendasi menyejukkan.
Hingga berkembangnya opini ; akan tersalur pada ranah proporsional sekaligus dari ; katakan silaturahmi tersebut akan diupayakan dimaksimalkan mengacu kesepakatan bersama untuk membuang jauh “monster” yang bernama intimidasi.
Dari komunikasi sekaligus konsulidasi dimaksud , maka kesejukan akan berbuah kondusifitas sebagai reason yang mesti menjadi tanggung jawab bersama.
Saran berikutnya apabila bung Rudy Mas’ud merasa tidak pada ‘mood’ yang seharusnya saat mem filter kritik saran maka Bung Rudy boleh boleh saja memposisikan penyambung lidah yang memiliki keahlian ‘public speaking’ ; itupun bila dianggap penting dan tentu akan lebih baik karena setiap waktu dapat menerima langsung arahan Gubernur.
Untuk menetralkan kembali ‘monster intimidasi’ yang memancing ‘ kegelisahan’ 25 ormas sebagai penjaga iklim demokrasi wabil khusus kebebasan wartawan yang dipayungi Undang Undang Kebebasan Pers dan UUD 45 terkhusus pasal 28 E yang intinya menjamin kebebasan berserikat berkumpul dan mengemukakan pendapat ; maka sikap pada anti intimidasi absah adanya di payungi kekuatan hukum termasuk payung landasan konstitusional Negara.
Hak hak dasar tersebut tentu dimaksudkan agar iklim Pemerintah yang “tidak boleh kebal kritik , seperti kritik melalui media” ; maka terpenting harus saling memahami dalam kerangka demokrasi RI yang berbudaya.
“Intimidasi dan atau premanisme” tidak layak bernafas pada negara Indonesia yang berlandaskan pada peraturan perundang undangan.
Tertib hukum adalah utama; baik bagi pejabat begitu pula bagi masyarakat.
Dan harus diingat pasca era reformasi tidak ada lagi pengekangan akan kontrol dan kritik pers sepanjang konstruktif. Bagi pejabat jangan menggunakan ‘kekerasan’ dalam merespon kritik Jurnalis; mengapa ? Karena “hak jawab” anda pun di naungi oleh undang undang; gunakan Hak Jawab sepanjang hak jawab anda juga logis
Mari bangun komunikasi sebagai jembatan gap antar pemerintah bersama ormas. Kondusifitas adalah tanggung jawab kita bersama dengan cara kedepankan komunikasi : lawan dan pinggirkan emosi.
