ANCAMAN BENCANA BANJIR BAKAL TERULANG DI KAWASAN PERTANIAN POTENSIAL DESA RANTAU PANJANG.
ekslusif tim Kandilocom/editor: IrmaJaya


Gambar ; penampakan alur galungan digemburkan guna darurat tanam sayuran ; alur semestinya mulai digenangi banjir.(Doc.Kandilo.com)
RANTAU PANJANG, PASER
Sedikitnya 60 kepala keluarga di kawasan pertanian Desa Rantau Panjang, sekitar 15 kilometer dari Tanah Grogot, kembali menanggung derita. Area pertanian seluas kurang lebih 200 hektare itu terendam banjir sejak Mei hingga awal Juni 2025, menyusul kerusakan pintu air primer dan alur sekunder yang nyaris buntu.
Pantauan Tim Kandilcom hanya Primer jalur 7 ada handling namun di sesalkan dikerjakan “setengah hati” tidak diselesaikan dan kepada warga belum ada penjelasan ihwal keterlambatan tersebut.
Keluhan warga mengenai kerusakan pintu air telah berulang kali disampaikan, namun belum dijawab dengan langkah nyata. Padahal, wilayah ini dikenal sebagai salah satu penyangga produksi padi di Kabupaten Paser.
Ironisnya, kondisi tersebut berlangsung di tengah program prioritas nasional Presiden Prabowo Subianto yang mendorong revitalisasi lahan sawah untuk meningkatkan produksi beras menuju swasembada.
Namun, hingga kini, stakeholder pemerintahan daerah dinilai belum tergugah melakukan rehabilitasi pengairan.
Sejumlah kalangan media cetak dan online menyayangkan minimnya kepekaan pemerintah. Bukan hanya karena kawasan ini berkontribusi pada produksi pangan, tetapi juga karena warganya dikenal memiliki etos kerja kuat. Akibat sawah tak lagi bisa diandalkan, sebagian warga “eksodus” mencari pekerjaan serabutan, sementara yang bertahan beralih menanam sayuran.
Hasil sayur-mayur itu mereka salurkan ke Pasar Induk Senaken — cukup untuk sekadar bertahan hidup.
Tokoh Permusyawaratan Desa Rantau Panjang, Imam Sahudin, mengakui fenomena keterpaksaan warga meninggalkan sawahnya.“Biasa warga kami bekerja serabutan, yang penting halal untuk bertahan hidup,” ujarnya lirih.
Situasi makin mencemaskan setelah BMKG mengeluarkan peringatan dini potensi peningkatan intensitas hujan. Data penelusuran Kandilocom menunjukkan, banjir di kawasan itu pernah terjadi 20–28 November, disusul banjir kedua 1–15 Desember 2025 — genangan bertahan lebih dari sepekan setiap kali datang.
Seorang pengamat kebijakan pertanian di Paser menilai kondisi ini sangat ironis.“Satu kawasan pertanian potensial, dekat pusat pemerintahan, tetapi luput dari perhatian,” ungkapnya.
Padahal, pembuangan air sebenarnya langsung menuju Sungai Kandilo. Jika pintu primer diperbaiki dan saluran sekunder dinormalisasi sesuai jadwal perawatan, kawasan ini diyakini bisa kembali aman dan produktif — warga pun dapat hidup tanpa dihantui ancaman banjir berulang seperti Mei–Juni lalu.
Hingga berita ini dipantau, tercatat hanya BPBD dan Dinas Sosial yang pernah hadir saat bencana.Sementara itu, OPD teknis yang berkaitan dengan manajemen saluran primer dan sekunder belum memastikan adanya rencana revitalisasi pengairan.
Warga kini hanya berharap: sebelum ancaman hujan besar datang kembali, kehadiran pemerintah tidak lagi sekadar seremonial — melainkan nyata di lapangan.
