FPKS ; BALADA POKOK SAWIT

EKO PURWITO – Praktisi Perkebunan Dan Lingkungan Hidup.
- TANA PASER
Sepekan silam di kota Samarinda,Ibukota Provinsi Kalimantan Timur diproklamirkan satu peristiwa penting yakni lahirnya Dewan Pengurus Pusat ( DPP) FORUM PETANJ KELAPA SAWIT – disingkat DPP FPKS.
Adalah wajar niat untuk mewadahi petani kelapa sawit di Kalimantan Timur karena Provinsi diawal dikenal sebagai Provinsi Penghasil Migas. Kaltim sekaligus di era 70-80 an tersohor sebagai daerah penyandang kayu log hingga menambah label lagi sebagai tumbuh kembang nya industri kayu.
Dua komoditas berlabel : yang satu un renewable resources, yang satu lagi renewable – jika reboisasi nya berhasil ; membawa Kaltim sebagai Provinsi bergengsi, karena aktivitas eksplor itu mendudukkan Kaltim sebagai wilayah Provinsi dengan sebutan kawasan industri maju dengan income per kapita tinggi. Malah membanggakan pula akan predikat Provinsi Penyumbang Devisa Negara level tinggi.
Setelah 10 tahun lebih berlalu, era “banjir kap” – meminjam istilah masa lalu, mulai menyurut, konsekwensi komoditas yang di eksploitasi belum seimbang dengan keberhasilan reboisasi, sehingga geliat industri kayu, khususnya di Kota Samarinda dan Balikpapan menyurut. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menyeruak hingga akhirnya industri industri perkayuan raksasa itu lumpuh, menyisakan bangkai bangkai pabrik, bahkan tidak terurus lagi.
Pelan namun pasti, hukum alam membawa perubahan ke komoditas Perkebunan Kelapa Sawit. Tanaman yang dari hasil TBS , selain CPO bisa menghasilkan lebih dari seratus produk ikutan dan marketable. Namun sesal Kabupaten Paser hanya mengoutput crude palm oil.
Mengapa lahir DPP FPKS , karena balada persawitan memang menjanjikan, meski berbagai permasalahan petani kebun pun bermunculan. Dari mulai status tanah, fluktuasi harga TBS , problem Pembayaran , penetrasi LH , sengkarut mekanisme akan pupuk dan banyak hal lain, kesemuanya menuntut hadirnya mediator agar hari demi hari onggokan masalah bisa ter solusikan.
Tepat lah bila sosok Eko Purwito, yang oleh Musyawarah di Samarinda, mendapat kan kepercayaan untuk turut menggeluti dunia persawitan.
Eko memang mumpuni, yang di ujung Munas DPP FPKS di endorse untuk menerjemahkan Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 2025, tentang tanaman Kelapa Sawit di Kawasan Hutan.
Perkebunan adalah habitatnya Mas Eko.Dia juga pernah di rotasi ke Dinas Lingkungan Hidup malah selama 2 tahun di Perikanan dan sudah juga menggali keilmuan nya di Dinas Pertambangan.
Sepintas nampak sederhana, namun eksisting nya kebun warga dikawasan hutan telah berlangsung puluhan tahun.
Warga menganggap keberadaan mereka mendahului mencuat nya bingkai Kawasan Hutan ,karena memang turun termurun telah ada di dan bersahabat dengan yang namanya Hutan.
Namun di sisi regulasi Pemerintah, kawasan hutan terlebih yang berlabel Hutan Produksi sudah ditetapkan menjadi kawasan Virgin Forest, hanya di peruntukkan eksploitasi ber izin, yang dulu merupakan kewenangan Menteri Kehutanan.
Dari warga yang sudah terlebih dahulj eksisting mulai bersinggungan dengan regulasi Pemerintah. Dan bagi Pemerintah level Kabupaten, hal itu menjadi persoalan karena kewajiban Pemerintah Daerah membuka peluang seluas luasnya bagi warga untuk berusaha melalui kegiatan bidang Perkebunan.
Polemik tadi diyakini bisa dirundingkan ke Pemerintah, hingga warga setempat dapat dengan tenang menjalankan kegiatan Perkebunan dengan status tadi.Saatnya warga setempat diberi nafas kehidupan, mungkin dengan cara meng enclave.
Maksud nya batang timbangan menjadi balance, bila warga dapat kesempatan dan legal , setelah group investor juga telah diberi HGU layaknya PTPN dalam menjalankan project Perkebunannya. Nah dengan semangat sila sila sakti Pancasila, semangat membangun berkeadilan, maka berharap Mas Eko ; will get the nice solutions ab that. ( iir ).
kandilocom; Flow Continuity with Smart System
Read More :